Soal:
1.
Salah satu tujuan mempelajari
sejarah hukum adalah memahami sistem hukum pada masa lalu. Coba anda jelaskan
manfaat mempelajari sistem hukum yang anda ketahui, misalnya: bidang hukum
Pertanahan, bidang Peradilan, Kepolisian, Tindak Pidana Korupsi, Pencurian ikan
(Ilegal fishing, Perdagangan orang (human Traficking). Pilih salah satu contoh diatas
sebagai obyek kajian.
2.
Hukum Positif yang berlaku di
Indonesia merupakan hasil konkordansi dari penjajah Belanda (civil law system/
eropa continental), padahal menurut
Friedman, hukum yang baik adalah hukum yang memiliki kandungan filosofis,
yuridis dan sosiologis. Bagaimanakah anda menjelaskan hal itu?
3. Fokus perhatian masyarakat tentang hukum sebelum revolusi industry
adalah individu. Bagaimanakah perkembangannya sampai era global sekarang ini?
Faktor apakah yang mempengaruhinya? Jelaskan
Jawaban:
1.
Hukum
Agraria
Hukum
Agraria diberikan dalam rangka memberi pemahaman terhadap empat prinsip pokok
yaitu tentang hak penguasaan utamanya tentang hak perseorangan atas tanah serta
pokok tentang hubungan antara subyek hukum dengan hak atas tanah sehingga bisa
melahirkan pemilikan hak oleh setiap subyek hukum, pendaftaran tanah serta
landreform.
Adapun
detail dari empat pokok tersebut meliputi hak penguasaan yang meliputi :
1.
hak bangsa
2.
hak menguasai negara
3.
hak ulayat, hak perseorangan (hak atas tanah),
4.
hak jaminan dan hak wakaf.
Sementara
bagaimana hubungan hukum bisa tercipta dengan tanah sehingga subyek hukum dapat
mempunyai hak dijelaskan melalui konversi/penetapan undang-undang, permohonan
hak, peralihan hak yang meliputi pewarisan, jual beli, tukar menukar termasuk
Ruilslaag, Built Operating and Transfer sebagai fenomena baru, kemudian tentang
pelepasan hak, Pendaftaran Tanah. Landreform, Land-Use Planning, serta studi
kasus untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang masalah-masalah aktual
tentang tanah.
Landasan
Hukum Agraria
Landasan
Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 yang merupakan sumber
hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. Hubungan hukum agraria
Pasal 33 (3) UUD 45 dengan UUPA adalah dimuatnya pasal tersebut dalam
Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi pembentukan UUPA dan
merupakan sumber hukum (materiil) bagi pengaturannya. bahwa hukum agraria
tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5
Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik
Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17
Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan
memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan
maupun secara gotong-royong. Dalam penjelasan UUPA angka 1 disebutkan bahwa
hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian,
Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan,
Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan
pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis
Besar Haluan Negara. Pengaturan hukum agraria dalam UUPA yaitu untuk mengatur
pemilikan dan memimpin penggunaannya, harus merupakan perwujudan dan pengamalan
dasar negara pancasila dan merupakan pelaksanaan dari UUD 45 dan GBHN. Hukum
agraria UUPA harus meletakkan dasar bagi hukum agraria nasional yang akan dapat
membawa kemakmuran, kebahagiaan, keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan
negara.
2.
Hukum
positif yang berlaku di Indonesia
merupakan civil law system / eropa continental yang memiliki komponen substansi
hukum didalamnya. Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh
para pelaku hukum pada waktu melaksanakan perbuatan-perbuatan serta
hubungan-hubungan hukum. Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan
perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara
lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Wikisource memiliki naskah
sumber yang berkaitan dengan The Civil Code. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (dikenal KUHPer) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan
yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku
di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
diadopsi dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari
empat bagian, yaitu: Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda, Buku III
tentang Perikatan, Buku IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa.
Sistem
hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen
struktur hukum (legal structure) merupakan kerangka, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap
keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. komponen substansi hukum (legal
substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia
yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang
berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau
aturan baru yang mereka susun, dan komponen budaya hukum (legal culture)
merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan
dan pendapat tentang hukum.
Struktur
Hukum yang kemudian dikembangkan di Indonesia terdiri dari :
1.
Kehakiman (Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok kekuasaan
Kehakiman)
2.
Kejaksaan (Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan)
3.
Kepolisian (Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Kepolisian RI)
4.
Advokat (Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat)
Struktur
berhubungan dengan institusi dan kelembagaan hukum, bagaimana dengan polisinya,
hakimnya, jaksa dan pengacaranya. Semua itu harus ditata dalam sebuah struktur
yang sistemik. Kalau berbicara mengenai substansinya maka berbicara tentang
bagaimana Undang-undangnya, apakah sudah perundang-undangannya. Dalam budaya
hukum, pembicaraan difokuskan pada upaya-upaya untuk membentuk kesadaran hukum
masyarakat, membentuk pemahaman masyarakat memenuhi rasa keadilan, tidak diskriminatif,
responsif atau tidak. Jadi menata kembali materi peraturan terhadap hukum, dan
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.
Berkaitan
dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger Cotterrell, konsep
budaya hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam
berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan
tentang praktik-praktik hukum, sikap warga negara terhadap hukum dan kemauan
dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang
relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar
praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Dengan
demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang
perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat berfungsi
pada masyarakat yang berbeda.
Aspek
kultural menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang
menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan
faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Wibawa hukum
melengkapi kehadiran dari faktor-faktor non teknis dalam hukum. Wibawa hukum
memperlancar bekerjanya hukum sehingga perilaku orang menjadi positif terhadap
hukum. Wibawa hukum tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang rasional, tetapi
lebih daripada itu mengandung unsur-unsur spiritual, yaitu kepercayaan.
Kewibawaan hukum dapat dirumuskan sebagai suatu kondisi psikologis masyarakat
yang menerima dan menghormati hukumnya.
Menurut
Friedman budaya hukum diterjemahkan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif, maupun negatif.
Jika masyarakat mempunyai nilai nilai yang positif, maka hukum akan diterima
dengan baik, sebaliknya jika negatif, masyarakat akan menentang dan menjauhi
hukum dan bahkan menganggap hukum tidak ada.membentuk undang-undang memang
merupakan budaya hukum. Tetapi mengandalakan undang-undang untuk membangun
budaya hukum yang berkarakter tunduk, patuh dan terikat pada norma hukum adalah
jala pikiran yang setengah sesat. Budaya hukum bukanlah hukum. Budaya hukum
secara konseptual adalah soal-soal yang ada di luar hukum.
3.
Sejarah
perkembangan revolusi industri yang menjadi fokus perhatian masyarakat sampai
saat ini dijabarkan sebagai berikut:
Indonesia
memasuki era Industrialisasi Sejak Tahun 1826
Era
Industri Indonesia dimulai pada jaman kolonial Belanda. Yang mengejutkan, dari
beberapa fakta, ternyata era Industri ini berdekatan waktunya dengan awal
perkembangan Industri di Inggris dan Amerika, yaitu abad ke-18. Industri di
Indonesia dimulai bersamaan dengan awal perkembangan Pabrik-pabrik Gula di
Jawa. Gula merupakan komoditas utama pada jaman kolonial
Belanda. Pada tahun 1667 datang sekelompok pedagang Belanda di Pulau Jawa yang
mendirikan VOC. Dengan peningkatan permintaan gula di Eropa maka pada tahun
1750 pabrik milik etnis Cina disewa untuk memproduksi gula di Eropa terutama di
pantai utara Jawa.
Penggilingan Tebu
Tradisional pada masa Kolonial
Awalnya
teknologi pengolahan tebu menjadi gula begitu sederhana dan tradisional. Cairan
atau sari tebu didapat dari alat pengepres berupa silinder batu atau kayu yang
diletakkan berhimpitan. Salah satu silinder diberi tonggak yang digerakka
secara manual oleh manusa atau ternak. Satau orang atau lebih memasukkan tebu
ketengah putaran silinder. Hasil press berupa cairan sari tebu dialirkan ke
kuali besar dibawahnya. Mekanisme
Penggilignan Tebu Tradisional Karena
tingginya permintaan diEropa, perlahan teknologi ini ditinggalkan. Mulailah
Indonesia pada jaman Hindia Belanda memasuki Era Industrialisasi dalam arti
sebenarnya, yaitu penggunaan mesin-mesin dalam melakukan proses produksi,
sehingga meskipun menghasilkan volume output sangat tinggi dibanding manual,
quality tetap terjaga.
Dengan
didukung modal besar, pada tahun 1830, pabrik gula di Jawa Barat bertenaga
mesin mulai berdiri, Ini
dapat dilihat dengan adanya salah satu surat dari Jessen Trail and Company yang
ditujukan pada NHM ( Bank ) yang berisi :
“In Embarking on the enterpries we now
on hand, we very sensible of the deficiency of the rude and imperfect machinery
by which the manufacture of sugar was carried on here, and therefore determined
to import European machinery, with skillfull men to conduct the same … We now
have ( 1826 ) three sets of mills. Where we employ a European horizontal mill
with three cylinders, driven by a six horse power steam engine, a European
eight horse power mill, with three cylinder. Worked by complete sets of iron
boilers and iron and coppers clarifiers, as also three distilleries, comprising
six European copper stills … and a suitable complement of fermenting system for
distiling the molasses inti Arak and Rum .”[1]
Terjemahan
bebasnya kurang lebih seperti ini.
“
Dalam memulai perusahaan – perusahaan kita saat ini, kami sangat menyadari
mesin-mesin yang digunakan untuk pembuatan gula sangat tidak efisien dan tidak
sempurna, oelh karena itu kami ingin mendatangkan mesin – mesin dari Eropa
beserta tenaga ahlinya. Kami saat ini ( 1826 ) memiliki tiga pabrik
penggilingan. Menggunakan mesin giling
horisontal dari Eropa dengan tiga silinder, berpenggerak mesin uap 6 HP dan 8 HP, komplet dengan unit ketel uap
(boillers), clarifiers dari tembaga dan besi, dan tiga unit mesin destilasi ( destilleries ) dan enam unit penyulingan
berbahan tembaga dari Eropa…dan dilengkapi dengan sistem fermentasi untuk
pembuatan arak dan rum.”
Mesin
Giling Tebu
Dari
surat diatas dapat kita lihat bahwa sejak tahun 1826, Indonesia pada jaman
Hindia Belanda telah memiliki tiga pabrik gula menggunakan mesin - mesin
produksi dan Steam Engine ( Ketel Uap ).
Inilah titik awal lahirnya Industri di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan industri
gula saat itu juga diikuti oleh pertumbuhan industri kereta api di akhir abad
ke-18. Tercatat, sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan
pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat
tanggal 17 Juni1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron
Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh
Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km). Sedangkan diluar
Jawa ( Sumatera ), pembangunan Rel KA juga dilakukan di Aceh tahun 1874,
Sumatera Utara tahun 1886, Sumatera Barat tahun 1891, dan Sumatera Selatan
tahun 1914. Kereta Api pada masa itu digerakkan oleh lokomotif uap ( steam engine ) hasil pembakaran batu
bara atau kayu.
Lokomotif
uap milik Deli Spoorweg Maatschappij (tahun 1910-an)
Kesimpulannya,
beberapa faktor berikut merupakan pendorong terjadinya era industri di
Indonesia ( evolusi Industri di Indonesia ) yang dimulai sejak tahun 1826 :
1.
Penemuan mesin uap oleh James Watt’s Th. 1764
2. Berkembangnya teknologi permesinan
dalam industri manufacture sebagai dampak dari Revolusi Indsutri di Inggris tahun 1800
3.
Tingginya permintaan komoditas gula di Eropa
4. Ketersediaan tenaga kerja murah
melalui sistem kerja kontrak oleh Pemerintah Hindia Belanda
5. Ketersediaan Bahan Baku (tebu)
murah melalui sistem tanam paksa (cultuurstelsel) tahun 1830.
6.
Perkembangan Indsutri Kereta Api.
Bedasar fakta diatas, titik awal Indonesia memasuki era Industrialisasi yaitu
pada tahun 1826. Jika Industri di Eropa mulai mengalami percepatan pada tahun
1800, dan di Amerika tahun 1804, Indonesia pada era Hindia Belanda memerlukan waktu 34 tahun
untuk menggunakan teknologi permesinan. Sudah 182 tahun Indonesia
memasuki era Industrialisasi. Jika kita mengenal ada tiga tahap perkembangan
Industri, mulai dari padat karya, industri berat, dan industri telekomunikasi –
informatika. Masuk tahapan manakah
Industri nasional saat ini ? Mudah – mudahan ini menjadi perenungan kita, karena saya pun
masih tidak memahami, kemana arah pembangunan industri nasional.
Faktanya, industri logam dan kimia dasar di Indonesia belum dapat menopang sepenuhnya
kebutuhan Industri. Sampai detik ini, kebijakan import masih menjadi pilihan
utama para pengambil kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar